Friday 31 August 2007

Toex para penerus WAMIKA



"Kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungan jawab.

Penguasa adalah pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Suami adalah pemimpin keluarganya,

maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya,

Istri adalah pemimpin (rumah tangga suaminya), maka akan dimintai pertanggungjawabannya.

Pelayan adalah pemimpin (atas harta tuannya).,

maka akan dimintai pertanggungjawaban atas pengelolaannya.

Oleh karena kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawabannya."

-{ Hadits Riwayat Bukhari & Muslim }-



Segala puja bagi Allah yang telah memberikan kesempatan kepada kita semua menjadi bagian dari para penegak agamaNYA, dimana kebanyakan orang berlepas dari tanggung jawab ini. Segala puji bagiNYA atas bimbinganNYA sehingga kita masih mampu berjalan di atas jalan dakwah, jalan yang telah dilalui oleh semua Nabi dan Rasul. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad Saw., keluarganya, shahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman kelak. Amiin..

Kerja Dakwah, dalam hal ini di WAMIKA adalah kerja yang seharusnya kita pandang sebagai suatu kerja yang menuntut suatu keikhlasan. Keikhlasan bukan berarti segala sesuatunya diselesaikan "sambil lalu", namun bekerja dengan keikhlasan yang di dalamnya - menurut saya - menuntut kemaksimalan kita dalam berusaha. Kerja yang utuh. Kerja dengan sepenuh hati. Juga kerja dengan sepenuh keyakinan bahwa Allah benar-benar akan membantu kita, beserta dengan orang-orang yang ikut membantu agama-NYA,

Ada satu hadits yang cukup berkesan buat saya. Hadits ini diriwayatkan Muslim dari Aisyah, disebutkan : "Ajruki 'ala qadri nashobiki." Ganjaranmu tergantung dari kadar lelahmu. Maka sudah barang tentu kalau kita setengah-setengah, Allah juga akan setengah-setengah terhadap kita.

Mungkin selama ini kita telah maksimal dalam berusaha, namun ternyata hasil yang kita peroleh tidaklah sesuai dengan yang kita inginkan. Jangankan sesuai, mendekati pun tidak. Paling tidak ada tiga hal penyebabnya. Pertama, mungkin Allah ingin menguji kadar keikhlasan kita. Karena ikhlas adalah “the key”. Akan sia-sia amal apapun yang kita lakukan, bila itu tidak dilandasi keikhlasan yang murni hanya untuk Allah. Kedua, mungkin cara yang kita lakukan adalah salah. Terkadang kita melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak tepat untuk diterapkan. Allah ingatkan kita dengan kegagalan-kegagalan kecil, agar kelak kita tidak terjatuh ke dalam kegagalan yang lebih besar. Ketiga, mungkin selama ini kita masih terlalu banyak melakukan maksiat kepada-NYA. Allah ingin kita "membersihkan" diri kita sebelum Allah beri kepada kita amanat yang lebih besar.

Kemudian ada hal lain yang juga teman-teman perhatikan, bahwa seringkali kita tidak mampu melihat suatu masalah sesuai dengan kadar yang sebenarnya. Masalah besar kita pandang sebelah mata, namun masalah kecil malah kita besar-besarkan. Akhirnya solusi yang kita berikan jadi tidak sesuai dengan kadarnya dan seringkali tidak tepat.

Dengan adanya hal-hal tersebut itulah gunanya kita melakukan musyawarah. Pandangan manusia sangatlah subyektif. Banyak unsur yang dapat mempengaruhi pandangan kita tentang satu masalah. Kita butuh orang lain sebagai pembanding dan pengingat dikala syaitan telah menggelincirkan kita dari jalan-NYA. Namun juga perlu diingat, bahwa hasil keputusan mesti kita junjung dengan penuh tanggung jawab. Ketidaksepakatan kita secara personal tentang hasil musyawarah janganlah membuat kita menerapkan hal yang sebaliknya. Rasulullah telah bersabda: "Tidaklah suatu kaum bermusyawarah, kecuali mereka diberi petunjuk kepada hal terbaik dari urusan mereka”. Maka apapun hasil musyawarah, mestilah kita yakini sebagai keputusan yang terbaik.

Selanjutnya, dakwah ini adalah kerja yang teratur dan - mestinya - well organized. Di Surat Ash Shaff (61), ayat 4, Allah tegaskan: "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalanNYA dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. Banyak sekali prinsip-prinsip manajemen yang perlu kita terapkan dalam kerja dakwah ini: Kepemimpinan, Komunikasi, Delegasi, Penyelesaian Konflik, dan lain sebagainya. Hal-hal yang - mungkin - sudah kita pahami sampai "di luar kepala", namun pada kenyataannya sangat sulit untuk kita terapkan.

Hal lain yang ingin saya sampaikan adalah, bahwa tiap pribadi yang terlibat dalam kerja dakwah ini bukanlah "pribadi-pribadi kelas satu". Kita tidaklah terbebas dari dosa, kekeliruan, kekurangan dan kelemahan. Adalah hal yang wajar bila masing-masing kita punya sisi keburukan ataupun sisi yang tidak kita senangi. Maka tanggung jawab kita adalah berusaha untuk terus memperbaiki diri. Bila kita melihat saudara kita yang “terpeleset” atau bahkan "terjatuh", hendaklah kita untuk mengingatkan dan bersamanya membantunya untuk berdiri kembali - sambil menutupi aibnya -. Tentunya dengan cara yang baik, santun dan sesuai syariah. Namun yang perlu kita ingat adalah, tugas kita hanyalah menyampaikan, bukan memastikan apa yang terjadi sesuai dengan yang kita harapkan. Selebihnya, tugas kita hanyalah mendoakan agar apa yang terjadi adalah sesuai dengan harapanNYA.


Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung,

maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir untuk mekhianatinya,

dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia amat zhalim dan amat bodoh.

-{ Quran Surat Al Ahzab, 33 : 72 }-


Ya Allah, tunjukkanlah yang benar itu benar,

dan berikanlah hamba kekuatan untuk menapakinya

Serta tunjukkanlah pula yang salah itu salah,

dan berikanlah hamba kemampuan untuk berlari darinya..

No comments: