Monday 7 April 2008

Tenang...!

“Mengapa cepat sekali hatiku berubah...”. Sejenak iman kuat membara dihati. Tetapi lama kelamaan pudar dan semakin redup. Dulu bersemangat mengkaji dan mengamalkan Islam, kini terus surut oleh kesibukan dunia yang seakan tanpa penghujung.
Semakin diri tenggelam kedasar lautan duniawi, nafas iman terasa semakin lemah dan akan mati lemas akhirnya. Kelemahan iman menyebabkan diri tersungkur di lembah dosa. Ibadah yang tidak berkualitas, perlahan menjadikan diri jauh dari Allah, terseleweng dari jalan-Nya, terbenam dalam permainan nafsu syahwat, hingga kesulitan untuk kembali. Hati mengeras, nurani pudar, jiwa gersang, aqidah goyah dan iman meranggas.
Sungguh tiada kemalangan yang lebih dahsyat bila semacam itu berterusan hingga di pintu kubur. Wal'iyadzubillah.
Rusaknya amal bermula dari hati yang tidak dapat khusyuk. Penyakit akan bertambah apabila terjadi kemalasan ketika beribadah. Berjumpa dan berhubungan dengan Allah tanpa wujud perasaan seolah-olah kosong dan hampa. Melakukan sekedar diri terlepas kewajiban tanpa merasakan kemanisan ibadah.
Rekreasi bisa meredakan ketegangan, menuruti selera dan shopping bisa mengobati kebosanan, memakai pakaian yang indah dan mahal tidak dilarang, membeli perhiasan dan apa yang menyenangkan hati bisa melahirkan kesyukuran kepada nikmat Allah Ta'ala.
Akan tetapi, perkara begini terkadang membuat lalai. Berlebihan dalam memanjakan diri, melemahkan perjuangan semangat hidup. Mengaburkan mata dan hati dan akhirnya larut dalam kesibukan dunia hingga melupakan akhirat.
Tidak menghadiri majlis ilmu atau pengajian, bisa menyebabkan lupa dan hilang pedoman hidup, tidak jelas arah dan tujuan. Siapa diri ini? Berasal darimanakah dia? Mau kemana dan apa yang mau dicapainya? Manusia yang lemah iman mudah kehilangan tujuan hidupnya. Untuk mendapatkan kembali pedoman hidupnya, supaya tidak tersalah jalan memerlukan hidayah yaitu ilmu Allah.
Hidayah perlu dikejar dengan mujahadah. Perlu dijaga dan dirawat agar tidak terlepas dari genggaman. Setiap mukmin memiliki hati yang mampu berbisik mengenai keadaan imannya, siapakah yang paling mengetahui diri kita melainkan Allah Ta'ala dan diri kita sendiri.
Mengingati Allah mengantarkan pada ketenangan jiwa. Tenang dengan takdir-Nya, dikala susah dan dikala senang, dikala sedih dan dikala bahagia, dikala sempit dan dikala lapang, dikala jatuh dan dikala bangkit... yang ada hanyalah ridho dengan jalan hidup yang telah ditetapkan-Nya. Hidup senantiasa optimis karena yakin segalanya telah termaktub di lauh mahfuz. Dan ketetapan Allah pada hambanya adalah yang terbaik.
Courtesy of Mutiara Amaly, Volume 45.
dengan sedikit penyuntingan kata dan kalimat.


Published by AsyhadiOne.BlogSpot.com

No comments: